Tuesday, February 23, 2010

Fakta Fakta Fakta,


Jangan salah selalu membesar-besarkan masalah.

Sedikit Koreksi:

Tambang Emas Terbesar di dunia bukan di Freeport yang di Papua.
Freeport juga bukan tambang emas.
Freeport adalah Tambang Bahan Galian Tembaga, akan tetapi ada mineral
pengikutnya yaitu emas. Memang produksi emasnya terbesar dari seluruh tambang
mineral di Indonesia, silakan membaca tambang emas terbesar di dunia yang
berikut:
http://www.bigsiteofamazingfacts.com/where-is-the-worlds-largest-gold-mine
ATAU
cari di Google: Biggest Gold Mine in the world.
Saya sendiri berhenti menjadi pengusaha tambang mineral pada sekitar 12 tahun
yang lalu di Indonesia, karena memensiunkan diri pada umur 60 tahun.
Sekarang, sudah sejak lama sih, saya berpendapat bahwa semua bahan galian
tambang segera saja dihentikan ekspornya, kecuali diproses dulu di Indonesia.
Pemisahan emas dari tembaga, pembuatan briket batubara, penyulingan minyak
mentah, SEMUANYA bisa dilakukan di Indonesia, kalau mau dan mau serta mau.
Selama ini kita menuruti kemauan para pemilik modal besar dan tekanan politik
negara-negara yang "besar"
JANGAN DIEKSPOR MENTAH, menghilangkan lapangan kerja dan pajak-pajak yang timbul
karena adanya kegiatan prosesnya.

Anwari Doel Arnowo - 24 Februari, 2010

Monday, February 8, 2010

Bukan cuma Batubara, hasil tambang lainnya sebaiknya juga tidak di ekspor lagi sejak kemarin


Ada nilai tambah setelah diproses
terlebih dahulu, menciptakan lapangan
kerja serta pajak-pajak karenanya.
Produknya bisa diekspor, misalnya
batubara dibentuk menjadi bricket terlebih
dahulu. Orang China sejak lama sudah
menggunakan waktu musim dingin.
Sekali lagi:
jangan ekspor mentah-mentah semua
hasil tambang dan juga hasil hutan kita.
Anwari Doel Arnowo - 08/02/2010

Batubara Diharapkan Tak Lari ke LN
Sunday, 07 February 2010
PEMANFAATANproduksi batu bara di dalam negeri secara optimal sepertinya sudah tak bisa ditahantahan. Tak elok rasanya bila hanya mengejar keuntungan di pasar luar negeri bila konsumsi domestik sendiri selalu defisit.


Selain industri dan rumah tangga, batubara juga dibutuhkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Keberadaannya semakin penting menyusul masih massifnya fenomena byar pet kelistrikan di kota-kota besar,atau bahkan program elektrifikasi yang tumpul di banyak daerah. Ironisnya, defisit listrik juga terjadi pada daerah-daerah yang justru menjadi penghasil batubara sebagai salah satu bahan baku utama pembangkit listrik.

Kalimantan Timur misalnya, dikenal sebagai salah satu kawasan penghasil batu bara terbesar domestik, namun sayang pasokan batu bara untuk pembangkit listriknya masih saja defisit sehingga pasokan listrik juga belum optimal. Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak mengatakan, daerahnya mampu menghasilkan 170 ribu ton batu bara sepanjang tahun 2009. Jumlah ini setara dengan 60% prosentasi produksi batubara yang diproduksi Indonesia sepanjang tahun tersebut. Pada tahun-tahun sebelumnya, Kalimantan Timur juga menjadi penyedia batu bara terbesar nasional.Sepanjang tahun 2008 misalnya, produksi batu bara kawasan ini mencapai 120,23 juta ton, naik dari 102,29 juta ton tahun 2007.

Ironisnya,meski jadi lumbung batu bara nasional, namun Kalimantan Timur justru mendapat pasokan batu bara yang tak menutup kebutuhan. Dicontohkan Faroek, di Kalimantan Timur terdapat kontraktor yang bisa memproduksi 45 juta ton batu bara, namun 95% diekspor.“Sisanya 5% untuk menutup kebutuhan dalam negeri.Dari jumlah itu,hampir kurang dari 1% yang digunakan untuk memasok kebutuhan Kalimantan Timur sendiri,”ujarnya. Menurut Awang, seretnya listrik di Kalimantan Timur di tengah limpahan batu bara dan gas menjadi satu hal yang ironi.

Dengan limpahan produksi puluhan juta ton batu bara,namun kawasan tetap saja mengalami krisis listrik tak kurang dari 600 megawatt menyusul defisit pasokan hingga. “Kita kaya dengan batu bara dan gas, tapi ironisnya kita krisis listrik.Itu tidak boleh terjadi,”kata Awang. Krisis listrik di tengah limpahan produksi batu bara seperti dialami Kalimantan Timur merupakan sedikit dari daftar panjang masalah kekurangan pasokan batu bara yang dialami industri swasta dan pelat merah dalam negeri.PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) misalnya, selalu saja mengeluhkan kekurangan pasokan batu bara untuk memenuhi bahan bakar pembangkitnya.

Tahun 2008 misalnya, 25 pembangkit listrik milik PT PLN sempat mengalami kondisi kritis,menyusul defisit pasokan batu bara. Berdasar Data Kondisi penyediaan Tenaga Listrik Sistem Luar Jawa- Madura,4 pembangkit dalam kondisi sangat kritis saat itu adalah Sistem Sampit, Sistem Sulawesi Selatan, Sistem Kendari, dan Sistem Kupang. Sementara ke 10 sistem yang berstatus siaga adalah Sistem Sumbagut,Sistem Sumbagsel,Sistem Bangka,Sistem Pontianak,Sistem Barito, Sistem Mahakam, Sistem Minahasa, Sistem Ambon, Sistem Jayapura, serta Sistem Lombok.

Di saat yang sama,para pelaku industri yang memanfaatkan batu bara di Cirebon,Bandung.Serang, Cikampek, dan sebagian Jawa Tengah mengalami defisit pasokan gas. Buruknya sarana pengangkutan batu bara memperparah defisit tersebut. Kondisi tersebut terus berlanjut hingga tahun selanjutnya. Selain membuuat kapasitas produksi industri terganggu, ini juga menyebabkan fenomena byar pet tetap saja berulang. Di saat yang hampir bersamaan, sejumlah kontraktor batu bara justru begitu massif mengekspor produksinya ke berbagai pasar luar negeri.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang tujuh bulan pertama 2009, ekspor batu bara tak kurang 110,2 juta ton,meski turun dari periode yang sama tahun 2008 sebanyak 121,4 juta ton. Kontraktor batu bara Kalimantan Selatan misalnya, pada 2009 berhasil mengekspor batu bara hingga 73,3 juta ton,naik dari 69,7 juta ton di 2008. Beberapa daerah lain juga mencatatkan peningkatan ekspor batu bara. Lampung misalnya tercatat mengekspor 4.6 juta ton selama 2009, naik dari 4,3 juta ton tahun sebelumnya.

Terkait itu, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri tentang pengutamaan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri (domestic market obligation/DMO). Harapannya,kebutuhan domestik bisa tercukupi. Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) Bob Kamandanu juga memastikan bahwa tiap perusahaan telah berkomitmen mendistribusikan 25% produksinya ke pasar lokal.

Dengan begitu, kebutuhan batu bara domestik diharap bisa terpenuhi. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa memastikan, bahwa pemerintah akan secara konsisten menegakan aturan DMO bagi kalangan produsenkontraktor tambang batu bara domestik. Tujuannya agar Seandainya DMO tidak dilaksanakan maksimal,pemerintah bisa menggunakan jatah dari bagi hasil batu bara sebesar 13% dari total produksi. (zaenal muttaqin)

Friday, February 5, 2010

Jumat, 5 Februari 2010 | 03:59 WIB

Oleh Surna Tjahja Djajadiningrat

Laporan utama Kompas hari Senin, tanggal 25 Januari 2010, merupakan berita yang ditunggu oleh masyarakat yang percaya bahwa UUD 1945 adalah landasan kita dalam berbangsa dan bernegara.

UUD 1945 Bab XIV, Kesejahteraan Sosial Pasal 33 Ayat (1) dan (3) mengamanatkan bahwa: ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” dan ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Kegiatan pertambangan yang marak di berbagai wilayah di Pulau Kalimantan yang mengabaikan good mining practice merupakan fenomena pengabaian UUD 1945.

Pulau Kalimantan sedang dalam proses penggurunan, sebagai akibat keserakahan generasi masa kini sehingga mengabaikan kesempatan generasi masa depan untuk memanfaatkannya.

Data menunjukkan bahwa para bupati di daerah tambang batu bara beramai-ramai mengeluarkan izin pertambangan baru, khususnya yang berskala kecil. Kuasa pertambangan (KP) batu bara luasannya bervariasi, mulai dari hanya belasan hektar hingga lebih dari tiga ribu hektar.

Dokumen formalitas

Dalam izin KP yang diterbitkan bupati/wali kota memang dicantumkan titik koordinat areal KP dan ditembuskan ke Menteri Pertambangan dan ESDM dan Gubernur. Namun, kemungkinan besar tembusan dari izin KP tersebut tidak dikirimkan sebagaimana seharusnya. Izin KP diawali dengan penerbitan SKIP (surat keputusan izin peninjauan) lapangan, kemudian izin eksplorasi I dan, bila waktu tidak cukup, ada izin eksplorasi II, izin eksploitasi, izin angkutan, dan izin penjualan. Sebelum izin KP ditandatangani bupati/wali kota memang ada kewajiban pemohon membuat analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

Namun, amdal yang begitu penting untuk mengendalikan dampak lingkungan hanya merupakan dokumen formalitas belaka. Hampir tidak ada tenaga ahli dan waktu bagi pejabat di badan lingkungan hidup untuk benar-benar meneliti dan melakukan kajian lapangan dan, ironisnya, banyak kasus di mana pemohon KP dengan keahlian lobi dan kedekatan dengan kepala daerah mampu mendikte pejabat di badan lingkungan hidup untuk mempercepat proses dokumen amdal.

Sebelum proses penerbitan izin KP ditandatangani bupati/wali kota, seharusnya instansi pertambangan menetapkan status areal penambangan batu bara. Namun, kenyataannya, banyak terjadi kesemrawutan atau tumpang tindih, antara lain dengan sesama KP, tumpang tindih dengan PKP2B, hutan lindung, kawasan konservasi, dan lain sebagainya.

Kebanyakan eksploitasi batu bara di lahan KP tidak dilaksanakan dengan suatu rencana kerja, baik eksploitasi, reklamasi maupun penghijauan.

Digali dan tanah kupasannya dibuang di sejumlah tempat, seperti sungai dan kawasan resapan air, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Proses kehancuran Pulau Kalimantan bukanlah fenomena alam, tetapi ulah manusia, khususnya manusia yang dipercaya oleh masyarakat untuk mengelola kepentingan mereka.

Kejadian ini merupakan akibat dari euforia otonomi daerah yang mengabaikan good governance (tata kelola yang baik) dan clean government (pemerintahan yang bersih) sehingga menimbulkan kegagalan kebijakan (policy failure) dan kegagalan kelembagaan (institutional failure).

Satu-satunya cara

Karut-marut ini tidak dapat didiamkan atau bahkan dibenarkan oleh kita yang masih percaya pada UUD 1945 sebagai landasan berbangsa dan bernegara.

Tak ada cara lain kecuali melakukan perombakan mendasar pada kebijakan, pelaksanaan, dan pengelolaan pertambangan di Indonesia.

Perombakan mendasar harus dimulai dari kemauan politik pimpinan negara kita tercinta.

Tidak ada cara lain untuk berani melakukan moratorium (penghentian sementara) kegiatan pertambangan, khususnya pertambangan batu bara dengan status KP, sambil memperbaiki seluruh kebijakan, pelaksanaan perizinan, pengawasan, dan pengendalian dari aparatur pertambangan serta memaksa kegiatan pertambangan melaksanakan good mining practice.

Banyak yang pesimistis dan menganggap bahwa moratorium kegiatan pertambangan adalah cita-cita yang sulit digapai dan mustahil dilaksanakan oleh pemerintah di kala iklim birokrasi masih mengabaikan good governance dan clean government.

Akan tetapi, moratorium pertambangan sambil membenahi aspek kebijakan, perizinan, pelaksanaan dan pengendaliannya merupakan satu-satunya cara untuk menjadikan sumber daya alam yang kita miliki dapat dimanfaatkan untuk generasi masa kini tanpa mengabaikan generasi masa depan untuk dapat memanfaatkannya, dan menjadikan UUD 1945 bukan hanya dokumen tertulis (dead letter law), tetapi benar-benar menjadi landasan kita berbangsa dan bernegara.

Surna Tjahja Djajadiningrat Mantan Dirjen Pertambangan Umum dan Guru Besar Manajemen Lingkungan Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB

A A A
Ada 3 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda
Bayu @ Jumat, 5 Februari 2010 | 12:30 WIB
Bagus sekali point Pk Surna, mestinya bisa dielaborasi lebih lanjut dengan telah lahirnya UU4/2009.
ibnu sahal @ Jumat, 5 Februari 2010 | 11:12 WIB
keburukan dri otonomi daerah,,karena raja-raja daerah cnderung mnganggap daerahnya sebgai ladang miliknya,.sinergi pem pusat-daerah harus benar2 di rekonstruksi
sjachril @ Jumat, 5 Februari 2010 | 09:04 WIB
harus menjadi perioritas kerja seratus hari mengevaluasi kebijakan pertambangan batubara, memberi tutorial kebjakan pada taataran pemprov dan pemkab/pemkot .