Monday, February 8, 2010

Bukan cuma Batubara, hasil tambang lainnya sebaiknya juga tidak di ekspor lagi sejak kemarin


Ada nilai tambah setelah diproses
terlebih dahulu, menciptakan lapangan
kerja serta pajak-pajak karenanya.
Produknya bisa diekspor, misalnya
batubara dibentuk menjadi bricket terlebih
dahulu. Orang China sejak lama sudah
menggunakan waktu musim dingin.
Sekali lagi:
jangan ekspor mentah-mentah semua
hasil tambang dan juga hasil hutan kita.
Anwari Doel Arnowo - 08/02/2010

Batubara Diharapkan Tak Lari ke LN
Sunday, 07 February 2010
PEMANFAATANproduksi batu bara di dalam negeri secara optimal sepertinya sudah tak bisa ditahantahan. Tak elok rasanya bila hanya mengejar keuntungan di pasar luar negeri bila konsumsi domestik sendiri selalu defisit.


Selain industri dan rumah tangga, batubara juga dibutuhkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Keberadaannya semakin penting menyusul masih massifnya fenomena byar pet kelistrikan di kota-kota besar,atau bahkan program elektrifikasi yang tumpul di banyak daerah. Ironisnya, defisit listrik juga terjadi pada daerah-daerah yang justru menjadi penghasil batubara sebagai salah satu bahan baku utama pembangkit listrik.

Kalimantan Timur misalnya, dikenal sebagai salah satu kawasan penghasil batu bara terbesar domestik, namun sayang pasokan batu bara untuk pembangkit listriknya masih saja defisit sehingga pasokan listrik juga belum optimal. Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak mengatakan, daerahnya mampu menghasilkan 170 ribu ton batu bara sepanjang tahun 2009. Jumlah ini setara dengan 60% prosentasi produksi batubara yang diproduksi Indonesia sepanjang tahun tersebut. Pada tahun-tahun sebelumnya, Kalimantan Timur juga menjadi penyedia batu bara terbesar nasional.Sepanjang tahun 2008 misalnya, produksi batu bara kawasan ini mencapai 120,23 juta ton, naik dari 102,29 juta ton tahun 2007.

Ironisnya,meski jadi lumbung batu bara nasional, namun Kalimantan Timur justru mendapat pasokan batu bara yang tak menutup kebutuhan. Dicontohkan Faroek, di Kalimantan Timur terdapat kontraktor yang bisa memproduksi 45 juta ton batu bara, namun 95% diekspor.“Sisanya 5% untuk menutup kebutuhan dalam negeri.Dari jumlah itu,hampir kurang dari 1% yang digunakan untuk memasok kebutuhan Kalimantan Timur sendiri,”ujarnya. Menurut Awang, seretnya listrik di Kalimantan Timur di tengah limpahan batu bara dan gas menjadi satu hal yang ironi.

Dengan limpahan produksi puluhan juta ton batu bara,namun kawasan tetap saja mengalami krisis listrik tak kurang dari 600 megawatt menyusul defisit pasokan hingga. “Kita kaya dengan batu bara dan gas, tapi ironisnya kita krisis listrik.Itu tidak boleh terjadi,”kata Awang. Krisis listrik di tengah limpahan produksi batu bara seperti dialami Kalimantan Timur merupakan sedikit dari daftar panjang masalah kekurangan pasokan batu bara yang dialami industri swasta dan pelat merah dalam negeri.PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) misalnya, selalu saja mengeluhkan kekurangan pasokan batu bara untuk memenuhi bahan bakar pembangkitnya.

Tahun 2008 misalnya, 25 pembangkit listrik milik PT PLN sempat mengalami kondisi kritis,menyusul defisit pasokan batu bara. Berdasar Data Kondisi penyediaan Tenaga Listrik Sistem Luar Jawa- Madura,4 pembangkit dalam kondisi sangat kritis saat itu adalah Sistem Sampit, Sistem Sulawesi Selatan, Sistem Kendari, dan Sistem Kupang. Sementara ke 10 sistem yang berstatus siaga adalah Sistem Sumbagut,Sistem Sumbagsel,Sistem Bangka,Sistem Pontianak,Sistem Barito, Sistem Mahakam, Sistem Minahasa, Sistem Ambon, Sistem Jayapura, serta Sistem Lombok.

Di saat yang sama,para pelaku industri yang memanfaatkan batu bara di Cirebon,Bandung.Serang, Cikampek, dan sebagian Jawa Tengah mengalami defisit pasokan gas. Buruknya sarana pengangkutan batu bara memperparah defisit tersebut. Kondisi tersebut terus berlanjut hingga tahun selanjutnya. Selain membuuat kapasitas produksi industri terganggu, ini juga menyebabkan fenomena byar pet tetap saja berulang. Di saat yang hampir bersamaan, sejumlah kontraktor batu bara justru begitu massif mengekspor produksinya ke berbagai pasar luar negeri.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang tujuh bulan pertama 2009, ekspor batu bara tak kurang 110,2 juta ton,meski turun dari periode yang sama tahun 2008 sebanyak 121,4 juta ton. Kontraktor batu bara Kalimantan Selatan misalnya, pada 2009 berhasil mengekspor batu bara hingga 73,3 juta ton,naik dari 69,7 juta ton di 2008. Beberapa daerah lain juga mencatatkan peningkatan ekspor batu bara. Lampung misalnya tercatat mengekspor 4.6 juta ton selama 2009, naik dari 4,3 juta ton tahun sebelumnya.

Terkait itu, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri tentang pengutamaan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri (domestic market obligation/DMO). Harapannya,kebutuhan domestik bisa tercukupi. Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) Bob Kamandanu juga memastikan bahwa tiap perusahaan telah berkomitmen mendistribusikan 25% produksinya ke pasar lokal.

Dengan begitu, kebutuhan batu bara domestik diharap bisa terpenuhi. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa memastikan, bahwa pemerintah akan secara konsisten menegakan aturan DMO bagi kalangan produsenkontraktor tambang batu bara domestik. Tujuannya agar Seandainya DMO tidak dilaksanakan maksimal,pemerintah bisa menggunakan jatah dari bagi hasil batu bara sebesar 13% dari total produksi. (zaenal muttaqin)

1 comment:

  1. Mengeruk kekayaan alam adalah perbuatan dosa karena tidak mengingat kebutuhan anak cucu kita di kemudian hari. Toh sudah terukti Undang-Undang Dasar kita yang telah jelas-jelas mengatur masalah ini telah dilanggar sendiri oleh pemerintahannya, yaitu pemerintah Indonesia. Rakyat sama sekali tidak menikmati hasil tambang dan hutannya.
    Anwari Doel Arnowo - 08/02/2010

    ReplyDelete