Friday, April 30, 2010

Nasib dan Rezeki berkat Batuan?? Lebih banyak berkat bekerja dan berpikir






Anwari Doel Arnowo

30 April, 2010

emerald

emerald, the green variety of beryl, of which aquamarine is the blue variety. Chemically, it is a beryllium-aluminum silicate whose color is due to small quantities of chromium compounds. The emerald was highly esteemed in antiquity; the stones were used for ornaments in early Egypt where some of the first emeralds were mined. The finest emeralds are found in South America in Colombia, where they have been mined for over 400 years. The gem was a favorite in pre-Columbian Mexico and Peru, where it was cut in intricate designs. The treasure taken back to Spain by early explorers included emeralds. Good emeralds are the most highly valued of gem stones. India, Zimbabwe, and Australia are minor sources of the natural stones. Synthetic emeralds are also manufactured in Germany, France, and the United States. The Oriental emerald, a different gem, is the transparent green variety of corundum.
Mengapa memperhatikan emerald??
Saya kan belum pernah memilikinya biar sampai hari ini sekalipun, pada hal saya ini sudah berumur 72 tahun pada tanggal 17 Mei, 2010 yang akan datang?? Coba periksa daftar di bawah ini, mau diapakan dengan batu emerald??
Membawa rezeki?
Rezeki apa lagi, umur sudah cukup mengalami banyak rezeki, berkali-kali. Kalau benar masih ada rezeki yang saya belum tau saat ini, ya masa itu karena emerald?!? Saya tidak memegang atau malah mempunyainya, jadi saya tidak diberi rezeki dari emerald juga tidak apa-apa, karena saya sekarang ini menerima saja kalau memang harus dowsizing dalam menjalani usia tua. Kalau ditanya apa yang saya ingini, jawab saya adalah kesehatan yang baik selama sisa hidup saya yang akan datang. Itu sudah luar biasa kalau memang rezeki seperti itu datang. Terima kasih saya ucapkan meskipun saya belum tau apa yang akan terjadi !!

                                                           Birthstones
Month
Stone
January
February
March
Aquamarine or Bloodstone
April
May
June
July
Ruby or Star Ruby
August
September
Sapphire or Star Sapphire
October
November
December
TurquoiseLapis Lazuli, Blue Zircon, or Blue Topaz
Source: Jewelry Industry Council.
Benar kan, mengait-ngaitkan mineral batuan ini dengan bulan kelahiran seseorang adalah sekedar “permainan dari para pengusaha yang tergabung di Jewelry Industry Council

Anwari Doel Arnowo

30 April, 2010






Tuesday, February 23, 2010

Fakta Fakta Fakta,


Jangan salah selalu membesar-besarkan masalah.

Sedikit Koreksi:

Tambang Emas Terbesar di dunia bukan di Freeport yang di Papua.
Freeport juga bukan tambang emas.
Freeport adalah Tambang Bahan Galian Tembaga, akan tetapi ada mineral
pengikutnya yaitu emas. Memang produksi emasnya terbesar dari seluruh tambang
mineral di Indonesia, silakan membaca tambang emas terbesar di dunia yang
berikut:
http://www.bigsiteofamazingfacts.com/where-is-the-worlds-largest-gold-mine
ATAU
cari di Google: Biggest Gold Mine in the world.
Saya sendiri berhenti menjadi pengusaha tambang mineral pada sekitar 12 tahun
yang lalu di Indonesia, karena memensiunkan diri pada umur 60 tahun.
Sekarang, sudah sejak lama sih, saya berpendapat bahwa semua bahan galian
tambang segera saja dihentikan ekspornya, kecuali diproses dulu di Indonesia.
Pemisahan emas dari tembaga, pembuatan briket batubara, penyulingan minyak
mentah, SEMUANYA bisa dilakukan di Indonesia, kalau mau dan mau serta mau.
Selama ini kita menuruti kemauan para pemilik modal besar dan tekanan politik
negara-negara yang "besar"
JANGAN DIEKSPOR MENTAH, menghilangkan lapangan kerja dan pajak-pajak yang timbul
karena adanya kegiatan prosesnya.

Anwari Doel Arnowo - 24 Februari, 2010

Monday, February 8, 2010

Bukan cuma Batubara, hasil tambang lainnya sebaiknya juga tidak di ekspor lagi sejak kemarin


Ada nilai tambah setelah diproses
terlebih dahulu, menciptakan lapangan
kerja serta pajak-pajak karenanya.
Produknya bisa diekspor, misalnya
batubara dibentuk menjadi bricket terlebih
dahulu. Orang China sejak lama sudah
menggunakan waktu musim dingin.
Sekali lagi:
jangan ekspor mentah-mentah semua
hasil tambang dan juga hasil hutan kita.
Anwari Doel Arnowo - 08/02/2010

Batubara Diharapkan Tak Lari ke LN
Sunday, 07 February 2010
PEMANFAATANproduksi batu bara di dalam negeri secara optimal sepertinya sudah tak bisa ditahantahan. Tak elok rasanya bila hanya mengejar keuntungan di pasar luar negeri bila konsumsi domestik sendiri selalu defisit.


Selain industri dan rumah tangga, batubara juga dibutuhkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Keberadaannya semakin penting menyusul masih massifnya fenomena byar pet kelistrikan di kota-kota besar,atau bahkan program elektrifikasi yang tumpul di banyak daerah. Ironisnya, defisit listrik juga terjadi pada daerah-daerah yang justru menjadi penghasil batubara sebagai salah satu bahan baku utama pembangkit listrik.

Kalimantan Timur misalnya, dikenal sebagai salah satu kawasan penghasil batu bara terbesar domestik, namun sayang pasokan batu bara untuk pembangkit listriknya masih saja defisit sehingga pasokan listrik juga belum optimal. Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak mengatakan, daerahnya mampu menghasilkan 170 ribu ton batu bara sepanjang tahun 2009. Jumlah ini setara dengan 60% prosentasi produksi batubara yang diproduksi Indonesia sepanjang tahun tersebut. Pada tahun-tahun sebelumnya, Kalimantan Timur juga menjadi penyedia batu bara terbesar nasional.Sepanjang tahun 2008 misalnya, produksi batu bara kawasan ini mencapai 120,23 juta ton, naik dari 102,29 juta ton tahun 2007.

Ironisnya,meski jadi lumbung batu bara nasional, namun Kalimantan Timur justru mendapat pasokan batu bara yang tak menutup kebutuhan. Dicontohkan Faroek, di Kalimantan Timur terdapat kontraktor yang bisa memproduksi 45 juta ton batu bara, namun 95% diekspor.“Sisanya 5% untuk menutup kebutuhan dalam negeri.Dari jumlah itu,hampir kurang dari 1% yang digunakan untuk memasok kebutuhan Kalimantan Timur sendiri,”ujarnya. Menurut Awang, seretnya listrik di Kalimantan Timur di tengah limpahan batu bara dan gas menjadi satu hal yang ironi.

Dengan limpahan produksi puluhan juta ton batu bara,namun kawasan tetap saja mengalami krisis listrik tak kurang dari 600 megawatt menyusul defisit pasokan hingga. “Kita kaya dengan batu bara dan gas, tapi ironisnya kita krisis listrik.Itu tidak boleh terjadi,”kata Awang. Krisis listrik di tengah limpahan produksi batu bara seperti dialami Kalimantan Timur merupakan sedikit dari daftar panjang masalah kekurangan pasokan batu bara yang dialami industri swasta dan pelat merah dalam negeri.PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) misalnya, selalu saja mengeluhkan kekurangan pasokan batu bara untuk memenuhi bahan bakar pembangkitnya.

Tahun 2008 misalnya, 25 pembangkit listrik milik PT PLN sempat mengalami kondisi kritis,menyusul defisit pasokan batu bara. Berdasar Data Kondisi penyediaan Tenaga Listrik Sistem Luar Jawa- Madura,4 pembangkit dalam kondisi sangat kritis saat itu adalah Sistem Sampit, Sistem Sulawesi Selatan, Sistem Kendari, dan Sistem Kupang. Sementara ke 10 sistem yang berstatus siaga adalah Sistem Sumbagut,Sistem Sumbagsel,Sistem Bangka,Sistem Pontianak,Sistem Barito, Sistem Mahakam, Sistem Minahasa, Sistem Ambon, Sistem Jayapura, serta Sistem Lombok.

Di saat yang sama,para pelaku industri yang memanfaatkan batu bara di Cirebon,Bandung.Serang, Cikampek, dan sebagian Jawa Tengah mengalami defisit pasokan gas. Buruknya sarana pengangkutan batu bara memperparah defisit tersebut. Kondisi tersebut terus berlanjut hingga tahun selanjutnya. Selain membuuat kapasitas produksi industri terganggu, ini juga menyebabkan fenomena byar pet tetap saja berulang. Di saat yang hampir bersamaan, sejumlah kontraktor batu bara justru begitu massif mengekspor produksinya ke berbagai pasar luar negeri.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang tujuh bulan pertama 2009, ekspor batu bara tak kurang 110,2 juta ton,meski turun dari periode yang sama tahun 2008 sebanyak 121,4 juta ton. Kontraktor batu bara Kalimantan Selatan misalnya, pada 2009 berhasil mengekspor batu bara hingga 73,3 juta ton,naik dari 69,7 juta ton di 2008. Beberapa daerah lain juga mencatatkan peningkatan ekspor batu bara. Lampung misalnya tercatat mengekspor 4.6 juta ton selama 2009, naik dari 4,3 juta ton tahun sebelumnya.

Terkait itu, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri tentang pengutamaan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri (domestic market obligation/DMO). Harapannya,kebutuhan domestik bisa tercukupi. Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) Bob Kamandanu juga memastikan bahwa tiap perusahaan telah berkomitmen mendistribusikan 25% produksinya ke pasar lokal.

Dengan begitu, kebutuhan batu bara domestik diharap bisa terpenuhi. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa memastikan, bahwa pemerintah akan secara konsisten menegakan aturan DMO bagi kalangan produsenkontraktor tambang batu bara domestik. Tujuannya agar Seandainya DMO tidak dilaksanakan maksimal,pemerintah bisa menggunakan jatah dari bagi hasil batu bara sebesar 13% dari total produksi. (zaenal muttaqin)

Friday, February 5, 2010

Jumat, 5 Februari 2010 | 03:59 WIB

Oleh Surna Tjahja Djajadiningrat

Laporan utama Kompas hari Senin, tanggal 25 Januari 2010, merupakan berita yang ditunggu oleh masyarakat yang percaya bahwa UUD 1945 adalah landasan kita dalam berbangsa dan bernegara.

UUD 1945 Bab XIV, Kesejahteraan Sosial Pasal 33 Ayat (1) dan (3) mengamanatkan bahwa: ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” dan ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Kegiatan pertambangan yang marak di berbagai wilayah di Pulau Kalimantan yang mengabaikan good mining practice merupakan fenomena pengabaian UUD 1945.

Pulau Kalimantan sedang dalam proses penggurunan, sebagai akibat keserakahan generasi masa kini sehingga mengabaikan kesempatan generasi masa depan untuk memanfaatkannya.

Data menunjukkan bahwa para bupati di daerah tambang batu bara beramai-ramai mengeluarkan izin pertambangan baru, khususnya yang berskala kecil. Kuasa pertambangan (KP) batu bara luasannya bervariasi, mulai dari hanya belasan hektar hingga lebih dari tiga ribu hektar.

Dokumen formalitas

Dalam izin KP yang diterbitkan bupati/wali kota memang dicantumkan titik koordinat areal KP dan ditembuskan ke Menteri Pertambangan dan ESDM dan Gubernur. Namun, kemungkinan besar tembusan dari izin KP tersebut tidak dikirimkan sebagaimana seharusnya. Izin KP diawali dengan penerbitan SKIP (surat keputusan izin peninjauan) lapangan, kemudian izin eksplorasi I dan, bila waktu tidak cukup, ada izin eksplorasi II, izin eksploitasi, izin angkutan, dan izin penjualan. Sebelum izin KP ditandatangani bupati/wali kota memang ada kewajiban pemohon membuat analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

Namun, amdal yang begitu penting untuk mengendalikan dampak lingkungan hanya merupakan dokumen formalitas belaka. Hampir tidak ada tenaga ahli dan waktu bagi pejabat di badan lingkungan hidup untuk benar-benar meneliti dan melakukan kajian lapangan dan, ironisnya, banyak kasus di mana pemohon KP dengan keahlian lobi dan kedekatan dengan kepala daerah mampu mendikte pejabat di badan lingkungan hidup untuk mempercepat proses dokumen amdal.

Sebelum proses penerbitan izin KP ditandatangani bupati/wali kota, seharusnya instansi pertambangan menetapkan status areal penambangan batu bara. Namun, kenyataannya, banyak terjadi kesemrawutan atau tumpang tindih, antara lain dengan sesama KP, tumpang tindih dengan PKP2B, hutan lindung, kawasan konservasi, dan lain sebagainya.

Kebanyakan eksploitasi batu bara di lahan KP tidak dilaksanakan dengan suatu rencana kerja, baik eksploitasi, reklamasi maupun penghijauan.

Digali dan tanah kupasannya dibuang di sejumlah tempat, seperti sungai dan kawasan resapan air, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Proses kehancuran Pulau Kalimantan bukanlah fenomena alam, tetapi ulah manusia, khususnya manusia yang dipercaya oleh masyarakat untuk mengelola kepentingan mereka.

Kejadian ini merupakan akibat dari euforia otonomi daerah yang mengabaikan good governance (tata kelola yang baik) dan clean government (pemerintahan yang bersih) sehingga menimbulkan kegagalan kebijakan (policy failure) dan kegagalan kelembagaan (institutional failure).

Satu-satunya cara

Karut-marut ini tidak dapat didiamkan atau bahkan dibenarkan oleh kita yang masih percaya pada UUD 1945 sebagai landasan berbangsa dan bernegara.

Tak ada cara lain kecuali melakukan perombakan mendasar pada kebijakan, pelaksanaan, dan pengelolaan pertambangan di Indonesia.

Perombakan mendasar harus dimulai dari kemauan politik pimpinan negara kita tercinta.

Tidak ada cara lain untuk berani melakukan moratorium (penghentian sementara) kegiatan pertambangan, khususnya pertambangan batu bara dengan status KP, sambil memperbaiki seluruh kebijakan, pelaksanaan perizinan, pengawasan, dan pengendalian dari aparatur pertambangan serta memaksa kegiatan pertambangan melaksanakan good mining practice.

Banyak yang pesimistis dan menganggap bahwa moratorium kegiatan pertambangan adalah cita-cita yang sulit digapai dan mustahil dilaksanakan oleh pemerintah di kala iklim birokrasi masih mengabaikan good governance dan clean government.

Akan tetapi, moratorium pertambangan sambil membenahi aspek kebijakan, perizinan, pelaksanaan dan pengendaliannya merupakan satu-satunya cara untuk menjadikan sumber daya alam yang kita miliki dapat dimanfaatkan untuk generasi masa kini tanpa mengabaikan generasi masa depan untuk dapat memanfaatkannya, dan menjadikan UUD 1945 bukan hanya dokumen tertulis (dead letter law), tetapi benar-benar menjadi landasan kita berbangsa dan bernegara.

Surna Tjahja Djajadiningrat Mantan Dirjen Pertambangan Umum dan Guru Besar Manajemen Lingkungan Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB

A A A
Ada 3 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda
Bayu @ Jumat, 5 Februari 2010 | 12:30 WIB
Bagus sekali point Pk Surna, mestinya bisa dielaborasi lebih lanjut dengan telah lahirnya UU4/2009.
ibnu sahal @ Jumat, 5 Februari 2010 | 11:12 WIB
keburukan dri otonomi daerah,,karena raja-raja daerah cnderung mnganggap daerahnya sebgai ladang miliknya,.sinergi pem pusat-daerah harus benar2 di rekonstruksi
sjachril @ Jumat, 5 Februari 2010 | 09:04 WIB
harus menjadi perioritas kerja seratus hari mengevaluasi kebijakan pertambangan batubara, memberi tutorial kebjakan pada taataran pemprov dan pemkab/pemkot .

Friday, January 29, 2010

Ini harus lebih tegas, bukan hanya mengurangi jumlah KP

Berita Kompas tanggal 30/01/2010.



KASUS BATU BARA
Kuasa Pertambangan Segera Ditertibkan

Sabtu, 30 Januari 2010 | 02:36 WIB

Jakarta, Kompas - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan segera menertibkan ribuan izin kuasa pertambangan yang telah diterbitkan pemerintah daerah dalam 10 tahun terakhir. Hal ini akan dilakukan setelah empat peraturan pemerintah turunan UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara diberlakukan.

”Kami akan menertibkan perizinan kuasa pertambangan (KP),” kata Direktur Jenderal Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Kementerian ESDM Bambang Setiawan, Jumat (29/1), seusai pelantikan pejabat eselon II Kementerian ESDM di Jakarta.

Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh menyatakan, secara formal hukum Menteri Kehutanan lebih tahu mana saja kegiatan penambangan di lokasi yang tidak diperkenankan. ”Kami tidak pro pada pelanggaran di lahan buat kawasan hutan. Masalah ini dibahas lintas sektoral,” ujarnya.

Bambang menambahkan, sejak UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) diberlakukan, pemda mulai melaporkan izin KP yang telah diterbitkan. ”Sebelum ada UU, KP yang tercatat di pusat hanya sekitar 2.000, sekarang naik jadi 8.400 KP,” kata Bambang.

Kini Kementerian ESDM mulai melaksanakan proses registrasi. Registrasi tidak akan diterbitkan jika KP terbukti melanggar aturan, misalnya tidak melaksanakan kegiatan eksplorasi dan tidak mengantongi sertifikat analisis dampak lingkungan. Jika ada tiga KP di satu lokasi, harus dipilih salah satu. ”Kami melakukan pendekatan persuasif, minta agar diperbaiki atau dicabut jika langgar aturan,” ujarnya.

”Dengan UU ini, karut-marut wajah pertambangan diharapkan bisa dibenahi, termasuk menertibkan kuasa pertambangan luas 20-50 hektar. Bagaimana bisa mengelola lingkungan kalau luas lahan sempit,” ujarnya. Dalam UU itu ada sanksi pidana bagi pengusaha dan pemberi izin KP, izin juga harus diberikan secara transparan dan melalui lelang.

Begitu 4 rancangan peraturan pemerintah sebagai penjabaran UU Minerba ditandatangani Presiden, semua aturan itu mulai diterapkan. ”Kami akan bersama-sama mengatasi penambangan ilegal, menginventarisasi daerah mana yang jadi prioritas, mana saja pemilik KP yang tidak bayar royalti,” katanya.

Dalam 10 tahun terakhir, sejak otonomi daerah, jumlah KP meningkat pesat, banyak di antaranya yang melanggar aturan, tumpang tindih dengan KP lain, merambah ke hutan konservasi. ”Ini masa sulit mengerem pemberian kuasa pertambangan,” ujar Bambang.

Normatif

Kepala Pusat Informasi Kehutanan pada Kementerian Kehutanan Masyhud MM yang dihubungi dari Banjarmasin, kemarin, memberi penjelasan normatif. ”Tidak boleh ada penambangan di kawasan hutan kalau tidak ada izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan,” ujarnya.

Kementerian Kehutanan, katanya, hanya mengeluarkan izin pinjam pakai kawasan hutan di Kalimantan untuk 149 perusahaan pertambangan dengan luas 338.626 hektar. Karena itu, jika ada kegiatan pertambangan dengan izin dari kepala daerah setempat berada di kawasan hutan, lebih-lebih di hutan lindung, bisa dipastikan ilegal.

Mashyud menjelaskan, dari 149 perusahaan tersebut, sebanyak 74 izin berada di Kaltim dengan luas hutan 224.604 hektar, Kalsel 53 izin dengan luas 66.105 hektar, Kalteng 15 izin dengan luas 35.426 hektar, dan Kalbar 7 izin seluas 12.492 hektar. ”Sebagian besar untuk pertambangan batu bara,” katanya.

Menurut Masyhud, ribuan izin yang dikeluarkan bupati/wali kota tersebut, apabila lahannya berada di kawasan hutan, harus mendapat izin pinjam pakai kawasan hutan. Jika tidak, kegiatan pertambangannya ilegal.

Masyhud juga menegaskan, telah terbentuk tim gabungan dari Kementerian Kehutanan, Komisi Pemberantasan Korupsi, kepolisian, dan kejaksaan untuk melakukan koordinasi menangani permasalahan pelanggaran hukum terkait pertambangan di Kalimantan. (FUL/BRO/EVY

Thursday, January 28, 2010

Hasil tambang = kekayaan untuk rakyat Indonesia





Tulisan di bawah ini saya sikapi dengan berbagi cerita pengalaman pribadi yang bersangkutan dengan berita di koran Kompas pada hari yang sama seperti tertera di kedua link berikut:

1. http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/28/03090818/tiga.hari.muara.teweh.gelap.massa.merusak.kantor.pln

2.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/28/03145536/izin.perlu.dievaluasi

Anwari Doel Arnowo - 28 Januari, 2010.

LISTRIK DAN BATUBARA

Suatu saat pada awal tahun 1992an, saya sedang duduk di sebuah bukit tempat pariwisata di Thailand Utara di kawasan propinsi Lampang. Terlihat di sekeliling saya berdatangan orang-orang awam, rakyat biasa, berpakaian liburan. Menarik pandangan mata saya untuk beralih melihat serombongan Bhiksu yang turun beraturan dari sebuah bus yang khusus guna mengangkut mereka.

Udara jernih, segar, langit terang, pandangan mata mencapai jauh sampai ke horizon.

Jernih, segar dan ... horizon? Ah ada yang kurang pas di sini. Apa?

Saya lihat tidak terlalu jauh dari tempat saya berada, asap mengepul tebal ke udara. Asal mula asap tebal hitam keabu-abuan itu dari tiga cerobong asap yang besar dan tinggi. Saya bersama dengan tiga orang geologist yang bahasa Indonesianya ahli geologi, asal Thailand yang mengantarkan saya ke mana-mana, berhari-hari lamanya, sejak dari Chiang Mai ke Bangkok, naik mobil melalui tambang-tambang batubara milik sebuah perusahaan Thailand yang besar di mana ketiga ahli geologi itu bekerja dan telah sekian tahun lamanya menjadi karyawan. Saya tanyai mereka itu asap dari pabrik apa?? Mereka menjawab bangga berebutan: itu sebuah Power Plant yang disebut dengan nama Mae Moh, berkapasitas 200(?) Mega Watt. Dan lain-lain informasi mengenai pabrik listrik ini. Yang saya catat dengan baik di otak saya adalah, power plant ini adalah coal fired, pembangkit listrik dengan batu bara yang paling rendah kadar kalorinya (jenis lignite) sebagai bahan bakar utama. Lignite dapat digolongkan ke dalam batubara yang kadarnya rendah mendekati kadar dari gambut (peat), silakan simak dan membaca: http://en.wikipedia.org/wiki/Lignite.

Sesuatu seperti bunyi klik sebuah tombol, berbunyi dan terdengar nyaring di kepala dan akal saya. Lignite, begitu rendah kalorinya sampai jarang dibicarakan dan tidak dilirik oleh siapapun mereka, yang pada waktu itu berusaha di bidang perdagangan maupun penambangan komoditi batubara, agar bisa menghasilkan listrik. Mereka hanya melirik yang nilai-kalori(calorific value)nya minimum 5000 kalori.

Sudah lebih lima belas tahun lamanya saya sedih kalau mendengar orang berdagang batubara yang membanggakan nilai kalorinya 5500 sampai 7000. Siapapun dia, kalau saja memiliki ijin menambang dengan sah dan benar, maka dia akan menambang yang disukainya saja, yang nilai kalorinya sekitar 6000 sampai 7000 saja. Jangan-jangan yang lain, rendah kalorinya, diabaikan saja. Yang begini istilahnya adalah high grading (menambang yang tinggi nilai kalorinya), yang berarti pasti akan merusak lingkungan. Seperti diketaui, menambang bahan galian tambang dari kedalaman seperti biasanya tambang batubara dan mineral, disyaratkan harus melakukan reklamasi pada tahap akhir dari kegiatan menambang, sehingga mendekati keadaan asli seperti keadaan awal sejak sebelum dilakukan penggalian.

Di sinilah kunci “benar dan salah” dalam periode setelah selesai menambang nanti.

Menambang batubara atau mineral adalah one way traffic (satu arah) saja. Menggali, melakukan penambangan, mengangkut hasil tambang ke luar dan mereklamasi. Tahapan terakhir ini amat sering dilupakan atau pura-pura lupa, membiarkan lubang-lubang bekas penambangan begitu saja, tanpa reklamasi. Pak Bupatinya lengah, petugas Lingkungan Hidup juga mungkin tidak melirik. Kasihanilah anak dan cucu kita, our future Indonesians – yang saat ini disebut dengan istilah tunas bangsa.

Mereka akan mengenyam ketidak-nyamanan hidup.

Apa sebab??

Pada jaman mereka nanti, batubara kelas tinggi kalori sudah habis karena high grading yang serakah yang merupakan sikap tidak peduli dari kakek moyangnya, yakni kami ini, pada saat sekarang!! Pada jaman mereka nanti mungkin akan sudah ditemukan teknologi baru yang bisa dipakai untuk menggunakan pemanfaatan lignite, menggunakan gambut bahkan ban-ban mobil yang bekas, serta bahan bakar lain untuk menggerakkan turbin pemutar generator pembangkit listrik. Pada saat sudah diketaui ada sisa-sisa low grade coal di bawah tanah reklamasi, mungkin saja tidak bisa ditambang dengan serta merta, antara lain sebab paling mungkin adalah Kementerian Kehutanan tidak akan mengijinkan, karena di atas tanah di situ mungkin sudah ada hutan produksi. Meskipun Penambangan bawah tanah (underground) akan mungkin dilakukan, bisa juga akan berpotensi merusak hutan industri itu. Karena inilah kegiatan menambang batubara saya sebut tadi adalah one way traffic karena hanya bisa sekali jalan karena tidak ada regenerasi di dalam bahan galian tambang. Hasil tambang biasa dimasukkan ke adalah kategori habis pakai. Apalagi ditambah adanya fakta bahwa proses batubara terbentuk setelah melalui proses yang amat lama, sekitar TIGA RATUS JUTA TAHUN lamanya.

Untuk catatan saja: batubara telah dikenal sejak 4000 tahun sebelum Masehi di China (di kawasan Shenyang) dan Dinasti Han (206 sebelum Masehi) dan di telah mulai menggunakan batubara jenis lignite sebagai bahan bakar. 2000 s/d 3000 tahun sebelum Masehi di Inggris juga sudah ditengarai digunakan untuk upacara penguburan. Bentukan batubara yang sekian lama itu hanya akan diboroskan manusia dalam kurang dari dua atau tiga ratus tahun saja, sejak orang Eropa dan Amerika Serikat serta Kanada telah melakukannya pada hampir dua ratus tahun yang lalu?? Dan kita mau bersinergi dengan kesalahan-kesalahan mereka itu?? Apakah akan kita ulangi kesalahan demi kesalahan sampai kita tidak berdaya, menuruti keserakahan sesaat??

Sudah saatnya kita mengurangi bahkan menghentikan ekspor batubara, karena kita sendiri amat membutuhkannya dalam masa depan yang dekat sekali, demi kelangsungan kehidupan berbangsa. Ini berlaku untuk minyak. Batalkan kontrak yang ada dan membayar ganti rugi karenanya. Jumlah ganti rugi untuk pembatalan ini pasti akan lebih menguntungkan daripada kita mengimportnya kembali sekarang ini seperti minyak, juga batubara dan komoditi lainnya selain mineral dan hasil tambang apapun. Pantaskah misalnya garam yang ada di pasar sekarang, sekitar 50% adalah garam import? Apakah air laut kita sudah menjadi tawar??

Mari kita periksa kesalahan di Mae Moh pada saat ini.

Dua puluh tahun yang lalu, saya lihat di Mae Moh tiga cerobong asap yang menjalankan pembangkit listrik kapasitas 200 Mega Watt, dan saya hanya berkomentar langit jernih, segar dan jauhnya garis horizon. Tetapi adanya perkembangan kemajuan peradaban manusia di Thailand hanya di dalam tempo kurang dari 20 tahun, telah mengubah kemampuan Mae Moh Power Plant menjadi sebuah kompleks yang menghasilkan listrik 2300 lebih MW, sepuluh kali lebih banyak dari kapasitas awal. Sekarang terlihat sembilan cerobong kecil-kecil dan satu yang besar, menghasilkan polusi yang hebat, sehingga mendapat hukuman dari pengadilan. Apa yang telah terjadi secara hukum? EGAT (Electricity Generating Authority of Thailand) yaitu sama dengan PLN (Perusahaan Listrik Negara) kita di Indonesia, dihukum oleh putusan pengadilan Thailand untuk memberi ganti rugi kepada mereka yang tergusur, yang juga terkontaminasi dan mengalami penderitaan karena terjadinya polusi di sekitar Mae Moh. Ini adalah urusan salah kaprah karena telah ceroboh melanggar urusan pemeliharaan Lingkungan Hidup. Kepada setiap penduduk harus diberikan antara lain kompensasi senilai tujuh ribu Dollar AS untuk relokasi tempat tinggal mereka sejauh sedikitnya lima kilometer dari Mae Moh. EGAT juga diharuskan merehabilitasi kawasan Mae Moh, dipaksa menanami kembali pohon-pohon di seluruh daerah yang tadinya adalah sebuah daerah yang telah disulap menjadi lapangan golf. Sekarang lapangan golf itu diwajibkan untuk dihutankan kembali. Itu semua gara-gara operasi sejak tahun 1992an sampai 1998an telah menyebabkan udara sudah dicemari oleh belerang dioksida yang melebihi ambang 780 microgram per meter kubik. Hal ini dapat dibaca di: http://www.accessinitiative.org/blog/2009/03/access-justice-mae-moh-lignite-power-plant-thailand.

Sepulang saya ke Indonesia dari meninjau Mae Moh, saya sering sekali membicarakan serta mengusahakan pemanfaatan batubara berkalori rendah untuk membangun power plant-power plant skala kecil sekitar satu MW sampai lima MW di Kalimantan dan Sumatera, agar menghasilkan listrik-listrik untuk daerah-daerah kecil setingkat Kecamatan dan Kabupaten. Saya dengar, waktu itu sebuah perusahaan kayu di dekat kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, ada yang telah memiliki sebuah pembangkit listrik yang berukuran satu megawatt dan kelebihan kebutuhan kapasitasnya bisa di jual kepada rakyat di sekitarnya. Dalam benak saya, waktu itu sekitar tujuh belas tahun yang telah silam, Kalimantan masih berpenduduk sedikit sekali dan amat memerlukan tenaga manusia untuk mengembangkan perekonomian setempat. Tentu saja saya berpikir bahwa bila dapat dilaksanakan pembangunan pembangkit listriknya, maka tidak boleh melupakan masalah yang menyangkut lingkungan hidupnya. Keuntungan membangun pembangkit listrik di mulut tambang berskala kecil ini adalah: utamanya tidak usah mengangkut batubara dari mulut tambang keluar dari daerah tersebut, tetapi langsung bisa membakarnya di dekat tambang. Hasilnya berupa listrik dapat dialirkan melalui kabel distribusi ke arah sekeliling daerah Kecamatan atau Kabupaten saja. Kendala paling utama ternyata adalah masalah penjualan listriknya ke konsumen, waktu itu, karena ada keharusan melalui PLN. Yang begini bagi para calon pengusaha bukan hal menarik, karena banyaknya korupsi di tubuh PLN menjadikan bisnis ini amat tidak menjanjikan iklim investasi. Saya anjurkan diganti saja undang-undangnya mengenai penjualan listrik.

Mengapa bensin bisa, dan listrik tidak?

Bukankah sekarang sudah ada pompa bensin Shell dan Petronas serta perusahaan asing yang lain. Mengapa menjual listrik saja harus BUMN? Bukankah faktanya BUMN itu tidak manusiawi, contohnya: bayar terlambat dari batas tanggal langsung dimatikan, tetapi pemadaman PLN tidak membayar ganti rugi kepada konsumen. Bahkan tindakan pemadaman tidak disertai pemberi tauan terlebih dahulu.

Memang saya akui saya tidak dapat terus berkonsentrasi di dalam usaha saya di bidang batubara, oleh karena perkembangan usaha saya di bidang tambang mineral lebih cepat mendesak untuk ditekuni dan dilakukan segera. Jadi saya terpaksa meninggalkan usaha saya di bidang energi. Saya pernah juga mengunjungi sebuah Power Plant yang berukuran lebih dari 4000 megawatt di Hongkong, yang juga menjual listriknya sebagian besar ke Republik Rakyat China. Lokasinya terletak di tepi laut akan tetapi terletak dikelilingi oleh lereng-lereng gunung dan hunian yang modern serta bersih. Padahal selama ini image sebuah power plant adalah sebagai penyumbang polusi. Power Plant ini besar dalam kapasitas produksi listriknya, bisa ditengarai dengan siapa yang telah meresmikannya pembukaannya: Perdana Menteri Inggris: Margareth Thatcher.

Oleh karena hari ini tanggal 28 Januari, 2010, Presiden RI meresmikan pembukaan sebuah pembangkit Listrik baru di Banten, Labuan 2 berkapasitas dua kali tiga ratus megawatt, dan secara resmi masuk dalam tahap pengujian sampai bulan Maret yang akan datang. Dalam waktu bersamaan secara tele conference juga diresmikan pembukaan pembangkit listrik di Tapanuli bernama labuhan Angin dengan kapasitas dua kali seratu lima belas megawatt. Pembangkit Labuan 1 sudah beroperasi sejak Juli 2009 dan sudah masuk ke interkoneksi Jawa-Bali. Semua ini dalam upaya ikut menunjang program pembangunan pembangkit sepuluh ribu megawatt tahap satu dan tahap dua.

Saya sendiri masih memimpikan sebanyak mungkin power plant berukuran kecil yang memanfaatkan lignite atau gambut dibangun di seluruh Kalimantan, sebanyak mungkin dan semua kelebihan produksinya, setelah secara sepenuhnya bisa di-disitribusi-kan ke seluruh pelosok Kalimantan, disalurkan melalui sebuah fasilitas kabel di dasar Laut Jawa disalurkan dan di-distribusi-kan ke Jawa dan Bali. Jalurnya sudah pernah saya tinjau sendiri berujung di daerah Asam-Asam di dekat Pelaihari, Kalimantan Selatan, dan mengarah ke ujung Timur Pulau Madura. Menurut perkiraan saya, jarak tersebut adalah sekitar 250 kilometer. Hal itu bukan masalah mudah dan murah, juga harus disadari bahwa mengalirkan listrik dari Arus Bolak-Balik ke kabel laut harus diubah dulu menjadi Arus Satu Arah dan ketika kembali memasuki tempat tujuan maka harus dikembalikan menjadi Arus Bolak-Balik. Masalah pembiayaan memang menyangkut angka yang besar sekali karena menurut penyelidikan saya waktu itu, kabel laut itu biayanya adalah sekitar sepuluh juta USDollar per kilometer, belum termasuk sarana-sarana penunjangnya. Mengapa saya impikan hal ini? Itu karena Kalimantan masih lebih mudah dalam mengatur masalah Lingkungan Hidupnya dari pada pengaturan di pulau Jawa. Submarine cable (kabel bawah laut) seperti itu telah ada di mana-mana, bahkan di Hong Kong ke China juga ada di Lake Ontario Kanada ada juga ke arah Amerika Serikat) yang panjangnya lebih dari sepuluh kilometer. Menurut bacaan yang pernah saya tekuni di pulau Corsica ke daratan ada juga submarine cable seperti ini sepanjang 200 kilometer, sejak puluhan tahun lamanya.

Dalam kesempatan saya berkali-kali ke Kalimantan, sering saya jalani dengan berjalan kaki di hutan-hutan dan naik perahu kecil atau kelotok serta speedboat dan terapung di sungai-sungai besar dalam hitungan harian. Masuk keluar hutan perawan juga saya lakukan. Naik pesawat British Norman atau pesawat-pesawat kecil seukuran Beachcraft, penumpang 8 orang dan satu pilot, menyebabkan saya juluki dengan DC-9 yang saya kutip dengan lafal Bahasa Indonesia campur Inggris: DIISI NINE atau DIISI SEMBILAN. DC-Nine sesungguhnya berpenumpang sepuluh kali lipat. “Beselancar” di dalam helicopter juga sering saya lakukan.

Pada suatu saat group perusahaan tempat saya bekerja menggunakan jasa seorang ahli geologi yang ulung, berkebangsaan Kanada akan tetapi bertempat tinggal di Amerika Serikat, bernama B. Jones. Berdua saja dengan Jones ini, suatu saat saya berada di atas daerah bagian Selatan dari Kalimantan Tengah dan melalui daerah Pelaihari, agak lama di atas daerah yang penuh rawa-rawa. Bung Jones ini sambil menunjuk ke arah rawa-rawa itu, berkata kepada saya: “Mr. Arnowo, look at those swamps. Nobody give attention to those swamps. I predict that someday, people will dig their shovel underneath those, to find minable materials, it could be gold but it could be also coal” -- Pak Arnowo, lihatlah ke rawa-rawa itu. Tidak ada orang yang memperhatikan rawa-rawa tersebut. Saya duga bahwa pada suatu hari, orang akan menancapkan sekopnya di bawahnya (rawa-rawa) dan menemukan galian tambang yang mungkin berupa emas atau batubara. Mula-mula saya berpikir, ah banyak ahli geologi kan pemimpi, apa benar seperti itu si Jones ini?? Tetapi setelah bergaul berminggu-minggu kemudian di hutan-hutan dan dilokasi-lokasi berlainan, juga melihat cara kerjanya, saya tidak menganggap sepélé kata-katanya di atas. Apalagi Jones ini kita datangkan dengan biaya mahal, seluruh transportasi dan biaya hidup serta semua fasilitas dari ijin-ijin dan penggunaan biaya laboratorium menjadi tanggungan perusahaan, serta gaji dia yang setiap hari adalah US$ 500,--, ini di luar out of pocket money.

Semoga anak-anak dan cucu-cucu kita masih bisa menikmati warisan baik yang bisa tertinggal untuk membantu kehidupan mereka, kalau kita semua telah tiada lagi di dunia ini.

Anwari Doel Arnowo

Kamis, 28 Januari 2010

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/28/03090818/tiga.hari.muara.teweh.gelap.massa.merusak.kantor.pln

KRISIS LISTRIK

Tiga Hari Muara Teweh Gelap, Massa Merusak Kantor PLN

Kamis, 28 Januari 2010 | 03:09 WIB

Banjarmasin, Kompas - Sebagian kaca kantor dan rumah dinas di Kantor PT PLN Muara Teweh, ibu kota Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, hancur akibat dirusak warga, Selasa (26/1) malam. Perusakan dengan pelemparan batu dan benda keras lain itu diduga pelampiasan kemarahan warga saat berunjuk rasa untuk memprotes terjadi pemadaman listrik bergilir selama 18 jam.

M Rosadi, warga Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, kepada Kompas, Rabu (27/1), mengatakan, aksi unjuk rasa ke Kantor PLN berlangsung dalam tiga malam terakhir sejak Senin (25/1). ”Warga protes karena dalam sehari listrik menyala cuma enam jam. Kondisi ini membuat sejumlah kegiatan warga terganggu,” katanya.

Menurut Rosadi, warga marah karena sebelum terjadi pemadaman selama 18 jam dalam tiga hari terakhir ini, aliran listrik di Muara Teweh juga selalu dua hari sekali. Kondisi itu membuat pengeluaran warga untuk menyediakan penerangan listrik, seperti memakai generator set (genset), menjadi bertambah.

”Di Muara Teweh harga bensin eceran mencapai Rp 5.500 atau lebih mahal daripada harga normal Rp 4.500 per liter. Jika memakai genset semalaman saja memerlukan 4 liter bensin. Sebulan terakhir saya sudah mengeluarkan Rp 500.000 hanya untuk menghidupkan genset,” katanya.

Tambahan

Kepala Bagian Humas PLN Kalsel dan Kalteng Anggraeni, yang dihubungi di Banjarbaru, mengatakan, pihaknya menerima informasi dari PLN Muara Teweh bahwa pada Rabu kemarin sudah ada tambahan pembangkit listrik 0,5 megawatt (MW) dari PLN Buntok, Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah, untuk mengatasi krisis listrik di daerah itu.

Sementara terjadinya pemadaman listrik yang berlangsung lama dalam tiga hari terakhir, ungkap Anggraeni, disebabkan kerusakan di satu unit pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) berkapasitas 1 MW. Satu unit lainnya, dengan kapasitas yang sama, saat ini dalam kondisi turun mesin (overhaul).

”Mesin yang overhaul diperkirakan sudah bisa beroperasi lagi dua minggu hingga tiga minggu mendatang. Sementara pembangkit yang sedang dalam perbaikan diharapkan dalam beberapa hari mendatang sudah normal kembali,” kata Anggareni.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/28/03145536/izin.perlu.dievaluasi

Izin Perlu Dievaluasi

PAD Kalsel dari Batu Bara Tidak Sampai Rp 1 Triliun

Kamis, 28 Januari 2010 | 03:14 WIB

Banjarmasin, Kompas - Sebagian besar warga Pulau Kalimantan, pulau terbesar penghasil batu bara di Indonesia, hingga kini belum menikmati listrik murah. Ribuan desa di pulau itu bahkan masih gelap pada tahun ke-65 Republik Indonesia ini.

”Ribuan desa di Kalimantan yang belum berlistrik membuktikan masih minimnya penyediaan energi untuk rakyat. Padahal, produksi batu bara di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur saja mencapai 200 juta ton per tahun,” kata Berry Nahdian Furqan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Selasa (26/1) di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Berry menyebutkan, dari produksi batu bara sebanyak itu, hanya sekitar 2 persen yang digunakan untuk pembangkit listrik di Kalimantan. Lebih dari 70 persen diekspor dan 28 persen lainnya dikirim untuk kebutuhan listrik di Jawa dan Sumatera.

”Ini memprihatinkan. Rakyat Kalimantan yang menanggung kerusakan lingkungan akibat penambangan batu bara tidak banyak menikmati listrik. Bahkan, masih krisis listrik,” kata Berry.

Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak sependapat dengan Berry. ”Kami berharap ada peraturan yang bisa membuat sumber daya alam Kaltim dipakai untuk kebutuhan listrik sendiri,” katanya.

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Kahar Al Bahri, berkomentar lebih keras. Menurut dia, sebaiknya izin penambangan batu bara yang sudah dikeluarkan dievaluasi sebab penambangan yang sudah berlangsung tidak saja merusak lingkungan, dengan meninggalkan sejumlah besar lubang-lubang raksasa, tetapi juga tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

”Pengamatan kami, pertambangan gagal meningkatkan perekonomian masyarakat, bahkan menyisakan lingkungan yang hancur. Sekitar 102.000 orang dari 204.000 warga Kabupaten Kutai Timur, misalnya, saat ini tergolong miskin. Padahal, di situ beroperasi satu perusahaan tambang batu bara dengan produksi 35 juta ton per tahun,” ujarnya.

Saat ini, lanjut Kahar, hanya 35 desa dari 135 desa di Kutai Timur yang dialiri jaringan listrik.

Pengamat ekonomi lingkungan dari Universitas Lambung Mangkurat, Udiansyah, senada dengan Kahar. Menurut dia, hasil produksi batu bara yang masuk ke daerah hanya sebagian kecil. ”Dari nilai produksi batu bara Kalsel yang mencapai Rp 22 triliun, untuk produksi 80-100 juta ton per tahun, yang menjadi pendapatan asli daerah (PAD) tidak sampai Rp 1 triliun,” katanya.

Belum teraliri listrik

Sejumlah data menunjukkan, di Kalimantan saat ini terdapat 2.103 desa (31,35 persen dari 4.605 desa) yang belum mendapat pelayanan PLN. Di Kaltim, yang mengeluarkan 1.180 kuasa penambangan (KP) batu bara, tercatat 577 desa yang tidak berlistrik. Di Kalsel (penerbit 400-578 KP) terdapat 222 desa yang masih gelap. Di Kalimantan Tengah (penerbit 427 KP) terdapat 777 desa yang tanpa listrik, sedangkan di Kalimantan Barat (yang mengeluarkan 40 KP) ada 527 desa belum terlayani PLN.

Minimnya listrik yang dialirkan PLN di Kalimantan memaksa sebagian masyarakat menyediakan dana untuk membeli bahan bakar minyak, oli, dan perawatan genset. ”Pengeluaran setiap bulan untuk listrik rata-rata Rp 600.000,” kata Poniso Suryo, Camat Rantaupulung, Kutai Timur.(WER/FUL/BRO/AHA)

Wednesday, January 13, 2010

Emas-Logam Mulia - Aurum




Ini tercatat harga emas pada hari ini tanggal 13 Januari, 2010 : US$ 120o plus per Troy Ounce

Anwari Doel Arnowo – 31 Juli, 2009

EMAS

Seorang berasal dari suku Dayak yang telah lama saya kenal dan juga seluruh keluarganya, yang tinggal di tengah-tengah hutan di Kalimantan Tengah, saya lihat hari itu tidak bekerja dan diam-diam saja duduk mencangkung di depan tempat tinggalnya.

Saya tanya: “Tidak mendulang, Inan?”

“Tidak Bapaa ..” sahutnya pendek saja.

Saya memang tidak berbicara lebih jauh, karena saya tau, pasti ada alasan kuat mengapa dia tidak melakukan pekerjaan sehari-harinya, mendulang logam emas. Apa pasal rupanya? Kemudian sekali, pada suatu saat saya baru tau dari dia sendiri, bahwa pagi itu sebelum matahari terbit, dia ini, Inan, marah karena sesuatu hal dan berangkat ke tempat dia biasa mendulang. Di perjalanan dia ingat kembali kepada masalah itu, dan dia, yang sedang seorang diri tak sengaja mengeluarkan kata yang berupa makian dalam bahasa ibunya. Setelah sadar diri, dia melangkahkan kakinya kembali ke tempat tinggalnya dan duduk merenung. Dia telah menjalankan kepercayaan di lingkungan keluarganya bahwa apabila melakukan perbuatan tidak menyenangkan sewaktu sedang mengerjakan pekerjaan mendulang emas, maka sudah hampir dipastikan dia tidak akan berhasil mendapatkan hasil yang baik, maka itulah yang telah dikerjakannya. Dia tidak melanjutkan kerja rutinnya, karena dia berpendapat sesuai petuah yang didapatnya, dalam menambang logam mulia, maka sudah sepatutnya siapapun dia yang melakukannya juga harus bersikap sopan yang bersikap mulia pula. Orang seperti kita, orang kota, orang berpendidikan sekolah dan berperangai modern, boleh saja tertawa mengatakan bahwa Inan telah merugikan dirinya sendiri dengan tidak bekerja hari itu. Tetapi saya yakin akan percuma saja apabila kita bersusah-payah sekalipun untuk menyuruh dia menanggalkan atau meninggalkan semua adat istiadat yang amat dipegangnya dan didapatnya secara turun menurun dari moyangnya. Saya tau beberapa kepercayaan mereka yang lain, masih kuat sekali dijalankan, seperti halnya kakek moyang saya, orang asal dan dari ras Jawa pada jaman dahulu kala.

Ribuan tahun sebelum Masehi, manusia sudah mengenal logam ini, julukannya adalah logam mulia. Harganya selalu di puncak, memang nilainya mulia. Berat jenis logam ini angkanya adalah tertinggi dari sekian banyak mineral, yakni 13 koma 6. Dalam bahasa Sansekerta disebut dengan kata Jval, Bahasa Jepang menyebut dengan kata KIN (baca king), demikianpun dalam bahasa China dengan huruf yang sama: tetapi diucapkan dengan logat China Pinyin: SHEN JIN, bahasa Anglo-Saxon menyebut dengan kata gold, bahasa Latin menyebut dengan kata: aurum. Emas telah diketahui dan dinilai sangat tinggi sejak jaman purba / dahulu kala. Ditemukan unsur di alam sebagai logam tersendiri dalam tellurides (*). Emas tersebar sangat luas dan selalu diasosiasikan dengan quartz(**) atau pyrite(***).

Di bawah ini dikutipkan definisi dari Wikipedia mengenai tiga unsur kimia tersebut:

(*) Tellurides : Unsur Kimia Telluride adalah sebuah komponen sebuah metal dengan elemen Kimia: Tellurium

(**)Quartz : Quarz (help·info)[1]) is the second most abundant mineral in theEarth's continental crust (after feldspar). It is made up of a continuous framework of SiO4silicon-oxygen tetrahedra, with each oxygen being shared between two tetrahedra, giving an overall formula SiO2.

(***) Pyrite : "Fool's Gold" redirects here. For other uses, see Fool's Gold (disambiguation).

Pyrite

A mass of intergrown pyrite crystals

General

Category Sulfide mineral

Chemical formula iron disulfide (FeS2)

Strunz classification II/D.17-30

Dana classification 2.12.1.1

Identification

Color: Pale brass yellow, dull gold

Crystal habit Cubic, faces may be striated, but also frequently octahedral and pyritohedron. Often inter-grown, massive, radiated, granular, globular and stalactitic.

Crystal system Isometric; Pa-3

Twinning Penetration twinning

Cleavage Poor

Fracture Very uneven, sometimes conchoidal

Mohs Scale hardness 6–6.8

Luster Metallic, glistening

Streak Greenish-black to brownish-black; smells of sulfur

Specific gravity 4.95–5.10

Refractive index Opaque

Fusibility 2.5–3 to a magnetic globule

Solubility insoluble in water

Other characteristics paramagnetic

References [1][2][3]

The mineral pyrite, or iron pyrite, is an iron sulfide with the formula FeS2. This mineral's metallic luster and pale-to-normal, brass-yellow hue have earned it the nickname fool's gold due to its resemblance to gold. Pyrite is the most common of the sulfide minerals. The name pyrite is derived from the Greek πυρίτης (puritēs), “of fire” or "in fire”, from πύρ (pur), “fire”. This name is likely due to the sparks that result when pyrite is struck against steel or flint. This property made pyrite popular for use in early firearms such as the wheellock.

Pyrite is usually found associated with other sulfides or oxides in quartz veins, sedimentary rock, and metamorphic rock, as well as in coal beds, and as a replacement mineral in fossils. Despite being nicknamed fool's gold, small quantities of gold are sometimes found associated with pyrite. Gold and arsenic occur as a coupled substitution in the pyrite structure. In the Carlin, Nevada gold deposit, arsenian pyrite contains up to 0.37 wt% gold.[4] Auriferous pyrite is a valuable ore of gold

Sungguh amat menarik mengamati logam yang satu ini: emas (simbol Kimianya Au dari Aurum). Banyaknya yang sekarang ada di kulit bumi ini tidak banyak jumlahnya, terkecuali dari tambang dalam, ratusan bahkan ribuan meter di bawah muka tanah ditemukan lagi. Tentu saja di dasar laut juga masih mungkin sekali ditemukan logam emas, tetapi dengan kondisi harga seperti sekarang biaya eksploitasinya akan lebih besar dari harga emas di pasaran. Jadi secara nilai ekonomi tidak layak jual (Economically Not Justifiable). Entah apa yang terjadi kalau manusia nanti menemukan cara yang menjadikan status tersebut berbalik menjadi menguntungkan.

Konon kalau teknologi sudah memungkinkan maka membuat benang dari logam emas yang murni dapat menghasilkan panjang yang puluhan meter hanya dari satu gram emas murni.

Juga diketaui bahwa emas adalah logam yang hambatannya hampir nol sebagai media hantaran, artinya kalau dialiri gelombang listrik maka akan mengalir hampir tanpa hambatan. Itulah sebabnya mengapa emas amat diminati selama ini sebagai bagian dari barang-barang di dalam industri utamanya yakni produk elektronik, seperti komputer dan lain-lainnya. Saya meyakini meskipun saat ini lebih dari enam puluh persen produk emas hanya digunakan di dalam memenuhi keinginan dan ambisi manusia dalam menghasilkan perhiasan dari emas, pada suatu saat nanti apabila struktur harga akan menunjang, maka akan menurun dan berpindah ke arah pemakaian di dalam industri. Harga emas sudah stabil tinggi saat ini, tahun 2009: antara 920 sampai dengan 1000 lebih sedikit USDollar per Troy Ounce. Hanya tiga kali saja seingat saya harga emas berada ditingkat sekarang: sedikit mendekati USDollar 1000 setiap satu troy ounce yakni pada sekitar sebelum 1990an.

Catatan: 1 troy ounce = 31.1034768 gram, ini adalah satuan yang dikenal dalam perdagangan logam ini di dunia Internasional dan kalangan perdagangan di lantai bursa.

Dalam sistem keuangan yang dianut dunia sekarang uang kertas tidak lagi disokong dan didukung dengan menggunakan cadangan emas. Dahulu Fort Knox pernah menjadi andalan dalam menerbitkan uang kertas. Tetapi sejak ada perubahan yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat (Johnson?) maka uang kertas saat ini tidak lagi diketaui jumlah pastinya. Ada berapakah uang kertas USDollar yang beredar di seluruh dunia?? Lelucon yang beredar sih: apakah masih ada emas di Fort Knox ??

Salah satu bagian dari kegiatan usaha pertambangan telah menimbulkan perburuan logam emas di dunia yang mengakibatkan timbulnya keserakahan manusia. Saat ini kita sudah berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdaulat dan memiliki undang-undangnya di dalam bidang usaha pertambangan. Saat ini pula kita telah lama ikut memanfaatkan tata cara dan teknologi dalam cara menambang mineral, yang termasuk didalam golongan mineral ini adalah logam emas. Di dalam dunia pertambangan ada beberapa bidang yang meliputi kriteria tambang, ada yang termasuk energi: solar (sinar surya atau matahari), panas bumi, gerak gelombang dan kekuatan angin, sumberdaya minyak dan sumberdaya mineral. Undang-undang yang mengatur bidang pertambangan ini sudah puluhan tahun lamanya diakui dan diterapkan di dalam kegiatan pertambangan di Indonesia. Terkait erat dengan kegiatan pertambangan di manapun tempatnya, maka unsur pelestarian alam dan unsur tata kelola yang agak ketat, dengan memperhatikan juga usaha-usaha lain yang mungkin akan tumpang tindih lahannya, seperti perkebunan, pertanian dan kehutanan. Tata cara mengenai hal ini telah dipraktekkan dengan simpang siur selama ini, sehingga terkesan amat kuat bahwa kaum penambang banyak terhalang langkah-langkahnya oleh mereka yang mengelola lahan kehutanan. Birokrasi yang bertumpuk-tumpuk dan rumit menyebabkan kurang lancarnya usaha pertambangan. Pernah terucapkan oleh seorang penambang yang amat berpengalaman, yang telah mengatakan bahwa pohon dan rumput yang ada dan tumbuh di pekarangan rumahnya itu saja boleh dikatakan sebagai termasuk di dalam masalah yang dikuasai oleh tata kelola Kehutanan. Seperti biasa, segala sesuatu yang terlalu ketat, akan mendorong dilakukannya pelanggaran dan abai dalam tindak laku yang pantas. Pelanggaran yang amat sering kita saksikan justru adalah perusakan hutan oleh pembalakan liar yang sulit dibantah, justru oleh aparat pemerintahan sendiri. Luas area kehutanan dan luas daerah pertambangan dalam satuan kilometer persegi amat jauh angka pembandingnya, yang menunjukkan bahwa area pertambangan justru adalah angka yang kecil dalam nilai besarannya.

Jadi jelas dan nyata kerusakan eksploitasi lahan pertambangan pasti akan jauh sekali lebih kecil dari perusakan lahan kehutanan.

Kedua usaha dalam mengelola kedua bidang ini, telah salah dalam tata cara pengelolaan hasilnya. Dua-duanya berlomba-lomba mengekspor hasilnya dengan mentah, tanpa mengusahan pengolahannya secara awal di dalam negeri. Dalan proses pengolahan di dalam negeri banyak sekali keuntungannya bagi Republik kita ini, antara lain: tenaga kerja yang terserap dan pajak dari kegiatan proses itu sendiri. Tambang minyak dan mineral dan energi yang langsung terus diekspor terjadi sejak dan masih sedang berlangsung. Emas bisa dijadikan perhiasan dahulu, minyak bisa disuling sendiri terlebih dahulu, kayu juga amat mungkin diolah dan dijadikan bagian dari usaha bisnis desain interior, atau perabot rumah dan kantor terlebih dahulu, sebelum diekspor. Batubara pun bisa dijadikan briket dan dilakukan blending terlebih dahulu dan masih akan laku dijual. Bertahun-tahun mindset kita adalah customer oriented-berorientasi penuh kepada pelanggan, sehingga apapun yang dikatakan oleh pembeli, selalu ditelan mentah-mentah. Hal seperti ini patut sekali diperhatikan oleh para pejabat pemerintahan kita dan juga oleh para ahli hukum kita yang menangani bidang tersebut di atas. Sudah pernah kita saksikan bahwa negara Jepang yang tidak mempunyai tambang bijih besi, telah pernah lebih dari sepuluh tahun lamanya menyandang sebagai produsen kapal niaga nomor satu di seluruh dunia, dengan nilai produksi sebesar lebih dari 50% produksi kapal niaga di dunia. Sampai hari ini, Republik kita tidak pernah dapat memproduksi pelat baja untuk kapal, yang harganya dapat bersaing dengan produk impor. Industri kapal kita pun terseok-seok melata seperti siput. PT PAL yang kita banggakan telah menelan uang rakyat bermiliar USDollar, pada suatu saat telah membuat galangan kapal lain yang jumlahnya 42 buah, menjadi kehilangan kesempatan untuk ikut serta membangun kapal-kapal yang sudah biasa mengerjakan pangsa pasarnya.

Kembali ke logam emas, mineralnya bisa didapat di daerah batuan quartz, di daerah pasir (alluvial) serta di daerah lain di bawah permukaan tanah lain dan juga dibawah permukaan air. Di tiap tempat yang sifat geografinya berlainan, maka proses penambangannya dan proses pemurniannya akan menggunakan jenis dan cara yang tidak sama alat-alat dan mesin pabriknya. Di daerah alluvial maka pemisahan pasir dari logam emas, biasa dilakukan seperti dan agak serupa dengan yang digunakan oleh proses eksploitasi logam timah di Pulau Bangka dan Biliton serta Singkep: menggunakan palung. Orang Dayak dan lain-lain daerah, juga di Australia, saya lihat orang menggunakan dulang. Alat dulang adalah alat yang dibuat dari kayu jenis tertentu dengan diameter sekitar 50 sampai 60 centimeter dan di arah pusat tengahnya berbentuk legok (ceruk) kearah bawah dan membuat bentuk kerucut (cone) agar bijih emas akan menempati tempat terendah, apabila dilakukan gerak berputar. Ini semua mungkin terjadi karena seperti telah disebut di atas berat jenis emas adalah 13,6, sehingga sebagai akibat beratnya, logam emas akan terlebih dahulu menempati bagian paling rendah, yakni puncak dari kerucut yang letaknya terbalik dengan dasarnya di atas. Dulang adalah alat tradisional yang dipakai untuk mendapatkan butir logam terkecil dan terberat dari mineral-mineral lain. Orang China telah menggunakan alat seperti ini sejak ribuan tahun yang lalu. Ini adalah alat manual yang paling mangkus (effective, berhasil guna) sampai sekarang. Seorang berkebangsaan Kanada menciptakan sebuah alat yang pada dasarnya menggunakan sistem dulang untuk maksud ini, tetapi menggunakan peralatan mekanis. Dengan menggunakan merek nama Knelson Concentrator, dengan putaran sekian ribu RPM (Rotation Per Minute) maka mampu akan menghasilkan gaya tarik yang mencapai sekitar delapan G (satuan Gravitasi Bumi). Saya pernah menggunakan Knelson Concentrator ini yang berukuran 4 inchi maupun yang paling besar. Saya merasa amat puas dengan hasilnya. Apa yang merupakan sisa buangan (tailing) dari penggunaan palung masih berhasil disaring lagi butir yang paling halus dari emas. Butir yang tadinya terapung (mengambang) di atas permukaan air bisa saya peroleh dan endapkan dengan menggunakan Knelson Concentrator ini.

Proses eksplorasi di daerah batuan quartz lain lagi cara-cara ekstrasi logam emasnya. Pertama-tama

bahan batuan yang telah diselidiki cebakan galiannya oleh para ahli geologi dan juga di laboratorium harus dihancurkan dulu dengan mesin penghancur batu-batuan dengan alat-alat yang sesuai dengan sifat batu-batuannya ke dalam ukuran-ukuran tertentu. Selajutnya akan menggunakan alat-alat yang prinsipnya lebih kurang sama, tetapi lebih canggih dan tentu saja lebih mahal harganya. Itulah sebabnya dalam penambangan jenis ini akan bisa melampaui break even point apabila cadangan batuan yang terbukti berkualitas baik itu memang cukup jumlah besarannya.

Dengan melihat jenis asal bahan baku asal cadangan emasnya maka dapat dikirakan besar investasi yang dibutuhkannya apabila telah mencapai tahap eksploitasi. Sebelum tahap eksploitasi, maka ada dua tahap penting yang harus dilampaui, yakni tahap eksplorasi dan tahap Feasibility Study. Ijin dari, demikianpun halnya kontrak dengan Departemen Pertambangan dan Energipun mengikuti tahap-tahap ini. Masa tahapan pun jelas digambarkan lamanya periode tahapan tersebut.

Sejak awal ijin eksplorasipun telah disebutkan bahwa ijinnya hanya dibatasi dengan misalnya: emas dan mineral pengikutnya, kecuali uranium dan bahan galian strategis lainnya. Dengan demikian kalau ijin dan tujuannya menambang logam emas dan menemukan bahan tambang lain seperti seng (Zinc -Zn) atau tembaga (Copper / Plumbum - Pb) sepanjang bukan mineral strategis seperti uranium dan sejenisnya, maka itu adalah penemuan yang menjadi hak penuh pemegang ijin untuk ditambang.

Segala aspek yang menyangkut ijin dan adanya kemungkinan perbedaan peraturan yang menyangkut kebijakan Daerah dan Pemerintah Pusat, harus diteliti secara sempurna agar tidak terjadi salah paham di lapangan. Demikian juga lokasi yang mungkin dilakukan eksplorasipun tetap di harus diteliti sedemikian rupa agar tidak tumpang tindih dengan ijin usaha lain, seperti HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Ijin Pertanian atau Perkebunan dan Area Hutan Lindung, juga kegiatan lainnya yang memiliki ijin lokasi di tempat yang sama, sehingga terjadi tumpang tindih. Kerjasama antar Departemen atau Pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat amat kurang serasi. Kami para pengusaha amat sering menghadapi arogansi masing-masing instansi pemerintah, sehingga menyulitkan gerak usaha semua pengusaha yang terkait di situ. Hal ini akan manaikkan rencana pembiayaan tak terduga dan waktu penyelesaian yang amat lebih lama. Pengalaman membuktikan bahwa ijin pertambangan sebuah Kontrak Karya Pertambangan yang berkaitan dengan tata kelola usaha Kehutanan, bisa memakan waktu dua tahun atau lebih, mondar mandir antara gedung Manggala Wana Bhakti sebagai kantor Departemen Kehutanan dan kantor Kehutanan yang ada dikota Bogor. Memerlukan kesabaran dan ketelitian yang mendalam, yang kalau salah kelola akan bisa membuat usaha terhenti karenanya. Cara kerja birokrasi yang lama tanpa ada indikasi perbaikan, telah berlangsung sejak lebih dari lima belas tahun belakangan ini.

Satu hal penting yang tertinggal belum saya kemukakan adalah: perolehan lahan pada tahap awal. Pemilihan yang tepat adalah mempekerjakan geologist yang berpengalaman, membaca sejarah informasi sesuatu daerah yang berpotensi dan mengambil sample (percontoh) batuan, pasir atau lain-lain. Semua sample harus diteruskan untuk diperiksa di laboratorium. Semua ini memerlukan dana yang cukup sesuai dengan kadar survey yang dikehendaki. Dana semacam ini bisa bersumber dari beberapa pilihan atau altenatif yang tersedia. Pada tahap paling awal memang ada dana pribadi yang harus disiapkan, yang asalnya bisa daei seseorang atau lebih dan dikumpulkan. Pada tahap berikut dapat juga dibentuk sebuah Badan Hukum dan menggunakan dana disetor oleh para pemegang saham Badan Hukum tersebut. Kalau dana perusahaan masih bisa ditingkatkan dari kemampuan para peseronya, maka dana disetor bisa ditambah, atau diusahakan dari pesero baru yang mempunyai interest masuk kedalam usaha Badan Hukum itu. Dana yang paling murah bisa di dapatkan adalah yang berasal dari sebuah Bursa Saham. Pada masa sejak duapuluhan tahun terakhir ini dana untuk investasi pertambangan dari Bursa Saham, cukup baik perputarannya di Australia dan Kanada. Bursa AS hanya sedikit sekali yang berusaha di bidang pertambangan untuk lokasi di luar Amerika Serikat. Usaha semacam ini telah banyak dilakukan di Indonesia dengan sebuah joint venture bersama perusahaan-perusahaan yang terdaftar (listed) di Bursa-Bursa di Kanada seperti VSC (Vacouver Stock Exchange) atau TSC (Toronto SC) dan Alberta SC. Biaya dana (cost of money) dana seperti ini, bisa dipastikan amat rendah, lebih rendah dari bunga Bank manapun juga, di luar biaya-biaya legal seperti lawyer/notaris. Sayangnya saat ini Bursa-Bursa tersebut dan juga kalangan dunia perusahaan tambang di Kanada sedang menurun kepercayaannya terhadap Indonesia. Perlu banyak perubahan di kalangan sikap pemerintah kita dalam menyiapkan atmosfir usaha pertambangan yang lebih menarik.

Anwari Doel Arnowo

31 Juli, 2009